- Kepemilikan domain tidak atas nama perusahaan – Domain bisa didaftarkan atas nama pribadi karyawan, bukan entitas bisnis.
- Akses login tidak terdokumentasi – Username dan password bisa hilang atau tidak diketahui saat karyawan keluar.
- Email pendaftar bukan milik perusahaan – Email pribadi karyawan digunakan, sehingga menyulitkan reset password.
- Pembayaran otomatis ke kartu pribadi karyawan – Risiko tagihan tidak terbayar saat karyawan pergi.
- Data login tidak dipindahkan saat resign – Tidak ada proses serah terima akses yang rapi.
- Potensi pemerasan atau sabotase – Mantan karyawan bisa menyalahgunakan akses atau meminta imbalan untuk transfer.
- Kesulitan perpanjangan domain dan hosting – Perusahaan bisa kehilangan kendali dan domain bisa expired.
- Tidak ada dokumentasi teknis – Informasi teknis penting hanya diketahui oleh karyawan tersebut.
- Masalah keamanan – Password tidak diganti setelah karyawan keluar.
- Penggunaan provider hosting murahan/tidak terpercaya – Karena keputusan pribadi karyawan, bukan evaluasi profesional.
- Domain dijadikan aset pribadi – Didaftarkan atas nama karyawan, lalu dijual kembali ke perusahaan.
- Kesulitan melakukan migrasi hosting – Karena hanya satu orang yang tahu detail teknis.
- Tidak ada pengawasan IT internal – Semua urusan teknis dipercayakan kepada satu orang.
- Email perusahaan bisa ikut bermasalah – Jika layanan email terikat ke hosting yang tidak bisa diakses.
- Masalah hukum – Tidak bisa membuktikan kepemilikan domain di pengadilan jika bukan atas nama perusahaan.
- Gangguan layanan – Situs bisa offline jika hosting tidak diperpanjang.
- Integrasi ke sistem lain terganggu – Misalnya email marketing, akun Google, integrasi API, dan lainnya.
- Sulit melacak invoice atau tagihan – Tidak ada akses ke histori pembayaran.
- Tidak adanya SOP pengelolaan domain dan hosting – Setiap karyawan baru mengelola dengan cara sendiri-sendiri.
- Potensi kehilangan reputasi online – Jika domain tidak bisa diakses atau berpindah tangan, kredibilitas bisnis bisa hancur.
Tags: