Penting sekali karena banyak kasus domain perusahaan “dibawa kabur” oleh karyawan atau vendor, hanya karena administrasinya tidak diatur dengan benar sejak awal.
Berikut penjelasan apa yang sebaiknya dilakukan secara benar dan aman:
- Nama Pemilik (Registrant Contact)
- Gunakan nama perusahaan, bukan nama pribadi karyawan atau vendor.
Misalnya:
v PT Maju Bersama Abadi
x Andi Setiawan (karyawan yang mengurus domain) - Jika badan usaha belum berbentuk PT/CV, gunakan nama pemilik usaha (owner) yang tercantum dalam dokumen resmi (KTP/NIB/SIUP).
Tujuan: agar secara hukum domain tercatat milik perusahaan, bukan individu.
2. Email Registrant (Email utama domain)
Gunakan email milik perusahaan yang bisa diakses oleh owner, bukan email pribadi karyawan.
Contoh yang benar:
- v admin@namaperusahaan.com
- v owner@namaperusahaan.com
Contoh yang salah:
- x andi@gmail.com (email pribadi staf IT)
- x ❌ vendorweb@gmail.com (email vendor)
Jika perusahaan baru dan belum punya domain, sementara bisa pakai email pribadi owner (misalnya gmail) — tapi setelah domain aktif, segera ubah ke email domain perusahaan.
- Nomor Telepon / Kontak
- Gunakan nomor resmi perusahaan (telepon kantor atau nomor HP yang dikendalikan owner).
- Jangan gunakan nomor karyawan, terutama yang bisa resign sewaktu-waktu.
Contoh:
- v Nomor kantor atau nomor pribadi direktur/pemilik.
- x Nomor staf IT atau admin proyek.
- Akses Akun Registrar / Client Area
- Buat akun registrar (misal Niagahoster, Rumahweb, GoDaddy, dll) atas nama perusahaan, dan owner harus tahu username + password.
- Jika karyawan atau vendor yang mendaftarkan, minta mereka menggunakan email perusahaan sebagai akun utama, bukan email pribadi mereka.
- Setelah domain aktif, ubah password dan update data kontak agar 100% dikendalikan perusahaan.
- Dokumentasikan Kepemilikan
- Simpan invoice, bukti pembayaran, dan data registrasi domain atas nama perusahaan.
- Bisa juga lampirkan dalam dokumen internal (misalnya “Daftar Aset Digital Perusahaan”) sebagai bukti kepemilikan resmi.